Lilypie 2nd Birthday Ticker
Monday, June 18, 2007
BERPIKIR POSITIVE
BERPIKIR POSITIF (Kajian Muslimah, Monday, June 18, 2007 / by: mbak fifi-hifizahn)

“Hounto ni dekimasu ka?” (apa benar, kamu bisa?) Seorang teman memandang saya dengan tidak percaya ketika saya berusaha melakukan sesuatu yang dianggapnya tidak sesuai dengan kemampuan saya. Pikiran negatif semacam itu sering kali hinggap dalam kepala kita ketika kita dihadapkan dalam situasi yang menurut sebagian besar orang terlampau sulit untuk kita jalani.
Renungkanlah, berapa sering kita berpikir seperti ini, “ Saya merasa tidak akan sanggup melewati ini, masalahnya terlalu berat, kerusakan yang terjadi begitu banyak, saya akan gagal.” Pikiran negatif yang sering kali merusak daya juang kita, sehingga kita kalah sebelum bertanding, menyerah sebelum melakukan usaha terbaik yang dapat kita lakukan.
Seorang muslimah muallaf Jepang, berusia lebih dari 50 tahun, dalam waktu 3 tahun sudah lancar membaca Al-Qur’an di sertai dengan tajwid yang baik. Itu dapat terjadi karena ketekunannya mengikuti program iqro’ sepekan sekali dan usaha yang sungguh-sungguh berlatih di rumah. Padahal, pengucapan laval bahasa Arab merupakan sesuatu yang sulit untuk orang jepang kebanyakan dan juga untuk kita yang terlahir sebagai muslim. Kasus lain yang pernah saya dapatkan, seorang teman pada awalnya merasa tidak PD dengan kemampuannya berbicara di depan orang banyak. Harus berulang kali mendorongnya untuk melakukan hal itu.
Ketika ia akhirnya mau mencoba, ia terkejut dengan kemampuannya sendiri. Ternyata, dengan persiapan yang matang, dia mampu menyampaikan apa yang ia pikirkan dengan baik. Satu kesuksesan yang merubah cara pandangnya terhadap kemampuannya. Sering kita tidak mengetahui, bahwa kemampuan kita jauh melebihi apa yang kita pikirkan selama ini, dan dalam kondisi terpaksa, kemampuan itu ternyata keluar dan mengejutkan kita. Contohnya seorang teman yang suaminya tidak mendapat beasiswa di Jepang, berusaha mencari kerja untuk sekedar menyambung hidup keluarga yang memiliki dua anak balita ini. Dia muslimah, berjilbab, dengan dua anak yang masih membutuhkan perhatian penuh.
Awalnya tidak ada yang percaya dia akan mendapatkan pekerjaan dengan tetap mempertahankan jilbabnya. Selain itu, mengikuti gaya kerja orang Jepang yang sangat ketat dalam masalah waktu dan kerasnya jenis pekerjaan membuat setiap orang Indonesia, bahkan yang lelaki pun, banyak mengeluh tidak sanggup menjalaninya. Tapi ternyata muslimah ini sanggup melakukannya, dan tetap menjalankan amanahnya, sebagai ibu rumah tangga dan juga sebagai staff di salah satu organisasi muslimah di jepang, dengan baik. Itulah hasil dari berpikir positif. Saya pasti mampu, saya akan mencobanya, saya tidak akan menyerah sampai titik juang terakhir. Rasa percaya diri seseorang, sadar atau tidak, sangat dipengaruhi oleh positif atau negatifnya ia dalam memandang kehidupan. Dan cara pandang ini juga lah yang membuat seseorang itu aktif atau pasif, antusias atau tidak dalam menjalani kehidupan.Kalau kita perhatikan di sekitar kita, banyak sekali kita menemui dua tipe ini. Ada orang yang selalu bersemangat, begitu gembira memandang hidup, selalu bersemangat mengatasi masalah-masalah yang ada di hadapannya. Orang seperti ini memiliki energi positif yang dipengaruhi oleh cara pandangnya yang positif terhadap sesuatu. Bandingkanlah dengan orang yang selalu mengeluh, selalu bersedih, semua hal yang dialaminya dinilai secara negatif. Orang semacam ini dipenuhi oleh energi negatif yang dipengaruhi oleh cara pandang yang negatif terhadap kehidupan.
Lalu, apa yang membuat seseorang bisa memiliki pola pikir yang positif? Pola asuh orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan pola pikir positif ini. Mungkin sering kita melarang anak kita yang ingin melakukan sesuatu, dengan cara seperti ini, “ jangan, kamu tidak bisa, masih kecil”, atau “Jangan, bahaya, nanti kamu jatuh”, atau banyak larangan-larangan lain yang sebenernya merupakan wujud kekhawatiran kita, namun ternyata kalau kita selalu melakukannya, akan membentuk konsep. Akhirnya anak memandang dirinya orang yang tidak mampu melakukan sesuatu dan anak belajar untuk menjadi tidak berdaya dalam menghadapi kehidupan.

Mungkin kalau kita melakukan larangan dengan cara yang berbeda, akan berdampak sebaliknya, misalnya ”Hati-hati ya nak, Meja itu masih terlalu tinggi untuk kamu, nanti jatuh kalau naik ke atas,” atau “ Nanti kalau kamu sudah lebih besar, ibu yakin, kamu bisa melakukannya..sekarang jangan dulu ya..”.
Sering juga kita mendengar orang Jepang menyemangati anaknya dengan cara “ Ganbatte ne, ki o tsukete kudasai…” (semoga sukses, hati-hati ya) kata-kata yang menantang harga diri anak untuk bisa melakukan hal yang terbaik yang bisa ia lakukan. Hal lain yang mempengaruhi cara pandang seseorang adalah feedback dari lingkungan, seperti guru atau orang dewasa di sekitarnya atau teman. Sering kali lingkungan kita tidak bisa mentolerir suatu kesalahan yang dibuat oleh seseorang. Padahal kesalahan itu adalah sesuatu yang lumrah dan biasa terjadi pada setiap orang, apa lagi kalau ia masih kecil. Kesalahan adalah bagian dari proses belajar, tidak ada seorang pun yang tidak pernah berbuat salah, namun lingkungan sangat menentukan apakah proses belajar ini akan diteruskan ketika seseorang berbuat salah atau berhenti karena dihujat, dicemooh atau diasingkan dari pergaulan.

Di zaman Rosulullah, ada orang yang melakukan kesalahan, lalu dihukum, kemudian kembali beraktivitas di dalam masyarakat seperti biasa. Hal terakhir yang paling penting dalam mempengaruhi pola pikir seseorang, adalah keimanan. Ya, keimanan. Di dalam Al-qur’an, disebutkan bahwa kita tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah (QS: 39:59, 12:87), masih ada waktu untuk memperbaharui diri, menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dalam hadist di sebutkan, segala sesuatu itu baik bagi setiap muslim, kalau yang menimpa dirinya adalah suatu musibah, maka ia berpikir positif bahwa yang ia alami adalah ujian, dan ia bersabar dan berusaha mengatasinya. Bila yang ia alami adalah kesenangan, maka ia bersyukur dan berusaha untuk menjadi muslim yang lebih baik agar Allah menambahkan nikmat untuknya. Jadi, berpikir positif ini adalah masalah keimanan, yang membuat seorang muslim selalu aktif bergerak dan menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Berikutnya ada beberapa tips agar kita bisa selalu berpikir positif,
1. Kuatkan komitmen. Komitmen untuk meningkatkan keimanan, komitmen untuk selalu belajar, komitmen kepada keluarga, teman dan mahluk Allah yang lain. Hargai diri sendiri dan orang lain, impikan kesuksesan, dan bersemangatlah.
2. Tetaplah melakukan kontrol diri. Fokus pada hal-hal penting, tetapkan tujuan dan prioritas. Bayangkan lah sesuatu sebelum berbuat, misalnya, bila kita akan berbicara di depan orang banyak, bayangkanlah kita sedang berada dihadapan mereka, bayangkan apa yang kita bicarakan sesuai dengan apa yang kita rancang, bayangkan pertayaan-pertanyaan yang mungkin diajukan, dengan begitu kita menyiapkan kesuksesan. Belajarlah untuk rileks, nikmati kesuksesan, dan jujurlah dengan diri sendiri.
3. Berubahlah, dan tingkatkan kualitas diri setiap hari. Misalnya dalam hal ibadah kita, sudahkah ada peningkatan kualitas dan kuantitas dalam bacaan qur’an kita, sholat-sholat sunnah kita atau adakah kebiasaan baik baru yang sudah kita lakukan jika dibandingkan setahun lalu lakukan yang terbaik dan janganlah selalu melihat ke belakang. Pandanglah belajar dan berubah sebagai sesuatu tantangan. Cobalah hal baru, pertimbangkan berbagai pilihan, temuilah hal-hal baru, banyaklah bertanya tentang sesuatu yang kita tidak tahu, jagalah kesehatan fisik dan mental kita, optimislah.
Sumber:1. Al-Qur’an2. Hadist
 
posted by DesertRose at 11:46 AM | Permalink |


0 Comments: